“aku tidak mampu mencegah hatiku untuk merindukan
purnama, begitu pula dengan merindukanmu, meski aku sadar rasa rinduku itu
harus siap untuk menerima dua perkara yang berbeda, Bahagia dan Sakit”.
Kita, aku dan
dia, aku dan Zaskia. Seorang anak yang telah membuatku mendambakan dirinya.
Walaupun untuk sekarang ini, aku harus menyimpannya didalam sanubariku.
Perjumpaan di
cafe itu adalah perjumpaan terakhirku dengan Zaskia pada saat liburan ini, meski
aku masih sering chat dengannya. Berkat perjumpaan terakhir itu, sanubari ini
harus mengakui bahwa aku menyimpan namanya yang begitu dalam.
Hari pertama
sekolah telah tiba, aku telah persiapkan fisik dan mental untuk menghadapi
semester yang baru ini. Semester 2 yang semoga membawa kebahagiaan. Regulasi
baru sekolah mengatakan bahwa seluruh kelas akan memulai kegiatan belajar
mengajar pada pagi hari dan berakhir pada siang hari. Aku begitu senang
mendengarnya aku yang semester lalu masuk siang akan memasuki babak baru. Aku
jadi lebih memiliki banyak waktu disore hari untuk bersantai dan beristirahat.
Hari pertama
ini juga berarti kebahagiaan tersendiri bagiku, bagaimana tidak, sebuah motor
baru menjadi pelengkap teras rumah, motor yang mungkin teruntukan kepada diriku
ini, senang begitu senang diriku, aku jadi tidak lagi kesusahan ketika ingin
keluar rumah untuk belajar, dan lain hal.
Kembali bertemu
dengan sanak kawan – kawanku yang sudah cukup lama, cukup lama tak berjumpa.
Juga berjumpa dengan Nindy dan Nico yang tampaknya masih langgeng saja. Sapaan, apa kabar ?, banyak mengalir dari
mulut kawanku. Baik, kataku.
Hubunganku
dengan Zaskia masih terus berjalan meskipun kita mulai disibukkan dengan
rutinitas masing – masing. Chat kami berjalan lancar meskipun tugas malang
melintang di hari – hari kami. Aku tak pernah sama sekali menyangka pertemuan
singkat melalui blog membuat kita sedekat dan seakrab ini, hingga membuatku
menaruh hati kepada dia.
Perjumpaan yang
tidak kunjung terjadi lagi setelah di cafe itu membuat akalku dipenuhi dengan
bayang dirinua, aku rindu padanya, rindu pada bola matanya yang indah it Zaskia.
Ketika kita chat ataupun video call, hal itulah yang dapat mengobati sedikit
demi sedikit rindu itu, tapi itu tidak cukup.
Waktu yang
berjalan begitu cepat, membuatku tak merasakan lajurnya. Berbagai aktivitas
silih berganti menggantikan hari demi hari. Hampir dua bulan. Dua bulan telah
berlalu setelah pertemuan itu, dia, Zaskia yang seperti awan terus menghiasi
langit, dia selalu menghiasi pikiranku.
Kamis, Tak
tahan rasanya hati ini menggebu – gebu ingin melihat wajahnya lagi. Akhir pekan
ini aku berencana untuk mengajak Zaskia untuk bersua kembali, selagi tugas yang
sudah tidak banyak. Aku mengajaknya untuk menemuiku di cafe, tempat biasa kita
bertemu.
“kamu nggak
kangen aku nggak ?” tanyaku bercanda
“iya nih udah
sebulan kita nggak ketemu” jawabnya juga mungkin bercanda
“kamu sibuk
nggak weekend ini” tanyaku lagi
“nggak emangnya
kenapa ?” jawabnya
“nggak apa –
apa, cuma nanya”
“kamu mau
ngajak aku nge-date yah ?”tanyanya
“boleh kalau
kamu ngajak, hahaha” jawabku
“lagian kamu
lagi yang ngajak aku nge-date”
“iyadeh aku
aku-in, jadi kapan ?”
“gimana kalau
sabtu, kita malam minggunya dicafe aja”
“tempatnya di
cafe itu lagi ?” tanyaku
“cari yang lain
gih udah bosen, nanti aku yang tentuin tempatnya”
“oke”
Bahagiaku
berbaur dengan rindu yang akan segera terobati. Bagaimana tidak, kita akhirnya
akan segera bertemu kembali, setelah dia meng-iya-kan pertemuan itu.
Dua hari lagi,
aku akan bertemu dengannya. Tak sabar rasanya ingin melihat kembali bola
matanya yang indah itu. Dia yang kukagumi dengan saat, entah kapan kekagumanku
mulai ada dihati ini, apakah ketika pertujukan seni itu ?, entah. Dia adalah
sahabatku yang dapat membuatku tersenyum dan mengatakan selamat tinggal kepada
masa lalu yang suram itu. Namun, aku menyimpan rasa dengannya, dirinya yang ada
didalam hatiku.
Bingung, aku
bingung dengan ini. Dilema, aku dilema dengan ini, apakah aku harus membuang
jauh – jauh perasaan ini terhadapnya atau aku harus mengungkapkannya. Jika aku
mengungkapkan perasaan ini aku takut persahabatanku dengannya akan berakhir.
Bimbang, aku bimbang dengan ini.
Tuhan, aku
seorang petualang ini memohon dengan sangat bantulah diriku yang sedang bimbang
ini. Berbisiklah dihatiku, bisikkanlah jawaban dari pintaku ini.
Indahnya
rembulan ditengah ribuan bintang tertutupi dengan kebimbangan ini. Entah apa
yang aku harus lakukan. Dengan berat hati aku ambil piyamaku, lalu aku dekap
bantal guling ini. Memaksakan diri untuk merebahkan diri dan menutup mata,
mencoba tertidur dengan ketidak nyamanan.
Jumat, pukul
lima pagi aku terjaga dari tidur ini, bersiap untuk berangkat kesekolah. Jadwal
pelajaran yang tidak padat pada hari ini dan juga tugas yang tidak ada membuat
kita dapat sedikit tenang.
Jumat bersih
adalah rutinitas sekolah. 30 menit waktu disisikan untuk membersihkan
lingkungan sekolah. Selain membersihkan, kegiatan ini banyak dimanfaatkan untuk
bercerita dan bercakap dengan kawan- kawan. Aku memanfaatkan jumat bersih ini
dengan kembali mengulang apa yang terpikir olehku malam tadi. Kupikir dan
kupikir, apa yang harus dilakukan oleh seorang aku ini. 30 menot ternyata masih
belum cukup untuk ini, jumat bersih telah selesai dan aku masih saja berkutik
dengan pikiran itu.
Pelajaran yang
pertama dimulai, Prakarya. Guru kami berhalangan untuk masuk karena lain hal
yang tidak dapat ditinggalkan. Lagi –
lagi waktu ini aku manfaatkan untuk tenang dan berpikir.
Aku harus
mengatakan kepada dia bahwa aku menyimpannya dalam hatiku. Itulah yang akan
kulakukan besok setelah aku memikirkannya. Semoga hal ini adalah yang terbaik
bagi kita. Aku yakin sesuatu hal yang hanya disimpan dalam hati akan menyiksa
hati sendiri. Semoga.
Pagi menjelang
siang,Pukul 11.00, aku kembali kerumah dan menjalankan kewajibanku. Selepas semua
selesai, kugenggam hp-ku dan mencoba menelpon kawanku, Debi. Bertanya tentang
tugas sekolah yang akan dikumpul esok hari. “tidak ada tugas dan juga ulangan
harian tidak ada” ujar Debi. Sepanjang hari sengaja aku untuk tidak chat dengan
Zaskia, aku lihat statusnya kalau asmanya kambuh lagi, jadi aku membiarkannya
untuk beristirahat. Sore kuhabiskan waktuku dengan kawan – kawan satu
kompleksku di lapangan bola, kami dengar ada kejuaraan sepakbola kecamatan
se-kabupaten. Ramai, gaduh dan seru, pertandingan yang membuat kelayak ramai
gembira melihat tim-nya menang, sedih melihat tim kesayangannya kalah, dan
ricuh tidak menerima tim-nya kalah. Bagiku itu hanyalah sebuah pertandingan
yang untuk dinikmati saja.
Gazebo itu
telah diterangi degan lampu dan rembulan, aku jadi dapat mengunjunginya pada
malam hari. Aku memang bosan dirumah saja, tak berbuat apa – apa, lebih baik
aku berbaur dengan kawanku di gazebo. Biasanya, malam hari dijadikan ajang
untuk pertandingan kartu remi. Kartu remi disiapkan untuk menghangatkan
suasana, mengharuskanku menunggu karena aku akan bermain diputaran terakhir
dengan sang juara bertahan dipertandingan terakhir. Seraya menunggu, kupandangi
langit malam, rembulan bersinar terang yang masi saja setia menemani bumi.
Kadang pula aku menyaksikan keseruan dan rivalitas beradu dilaga pertandingan
remi, Seru adalah ungkapan yang sangat tepat untuk menggambarkan gelora gazebo
itu. Bising adalah ungkapan yang sangat tepat menggambarkan suasana gazebo itu.
Hingga akhirnya
tibalah waktu dikala aku bermain, aku memang tidak terlalu paham dengan teknik
permainan ini jadi aku bermain dengan biasa saja. Sang juara memang sangat
sulit untuk dikalahkan, aku mencoba menyeimbangkan permainan yang akan tersaji
dalam tiga set. 4 orang yang bermain dimeja itu, seorang sang juara bertahan
memang sulit untuk diimbangi oleh 3 orang lainnya termasuk aku. Akhirnya 3 set
sang juara-lah yang memenangkan ke-3 setnya. Hingga pertandingan selesai, sang
juara itu tetaplah menjadi juara pada malam ini, belum ada yang bisa
menandinginya.
Telah
selesai-lah acara malam ini, ditutup dengan keseruan. Aku kembali kerumah
dengan melangkahkan kaki-ku satu demi satu, kiri-kanan secara bergantian.
Mencuci muka, menyikat gigi dan akhirnya tidur. Semoga malam yang seru ini melahirkan
tidur yang indah juga.
Sabtu pagi yang
bersuka-cita bagiku, jadwal pelajaran hari ini yang padat merayap tak kuasa
membendung kebahagiaanku bercampur aduk dengan kerinduan. Rasa teramat ingin
untuk menemui Zaskia, akhirnya hari yang kutunggu tiba juga. Pagi dan siang
kuhabiskan disekolah, paginya aku belajar, siangnya belajar dan disandingkan
dengan berbagai kegiatan ekstrakulikuler.
Sore, aku baru
kembali dari sekolah. Kurapikan kamarku dari debu yang mencoba mengusik
kebersihannya. Selepas itu, aku chat Zaskia menanyakan keadaannya dan kabarnya.
Apa kabar hari ini?, kataku. Baik, jawabnya. Semoga yang dikatakannya itu
memang benar adanya. Aku juga menanyakan tentang rencana malam hari nanti.
“nanti malam
jadi nggak ? kalau jadi dimana tempatnya ?” tanyaku
“iya jadi.
Tempatnya nanti aja, kamu jemput aku yah !” pintanya
“oke, jam
berapa ?”
“jam 7.30 kamu
udah dirumah aku”
“oke bos” kataku
“hahaha”
jawabnya
Waktu yang
berdetakan pada jarum jam menunjukan pukul 16.30, waktu masih tersisa banyak
dimanfaatkan olehku untuk membuat artikel di blogku. Perasaanku yang membunga
dihatiku sangat terasa ketika aku menulis artikel berjudul “kamu dan aku :
kita”. Kucurahkan semua isi hatiku kedalam artikel itu, dengan harap semoga kau
mengetahuinya. Posting. Pukul 17.00,
artikel telah dirilis kedalam blogku dan alhasil berkat artikel ini viewers blogku kembali naik.
Sisa waktu yang
ada, yang tidak begitu banyak. Aku mulai bersiap dengan banyak hal, mandi dan
berpakaian. Aku sempat tertidur setelah
meliris artikel blogku tadi, mungkin karena lelah telah menggerogoti tubuh.
Terlambat,
tidak tepat waktu, aku tiba dari rumah Zaskia sekitar 15 menit lebih lambat.
Zaskia yang telah menanti didepan rumahnya sedari tadi nampak berwajah murung.
Aku yang tidak ingin melihat wajahnya yang murung mencoba menjelaskan mengapa
aku sampai terlambat 15 menit. Semua ini karena aku. Aku terlambat karena aku
sendiri, maaf. Aku tertidur diwaktu yang tersisa, aku minta maaf telah
membuatmu menunggu, kataku kepada Zaskia. Dia memakluminya dan aku bertanya
tentang dia mengenai tujuan kita malam ini.
“jadi kita
kemana ?” tanyaku
“udah aku aja
yang pakai motor kamu” jawabnya
“lah ! terus
yang pakai motor siapa ?”
“aku” jawabnya
“emangnya kamu
bisa ?”
“bisa, udah
nggak usah lama – lama cepet pakai ini” katanya sambil memberikan kain hitam
persegi panjang yang dipegang ditangannya.
“ini untuk apa
?”
“kamu pakai,
tutup mata kamu”
“oke”
Mata ditutupi
kain hitam dan dia yang mengendarai motor adalah hal yang jarang atau mungkin
pertama kalinya. Mataku yang hanya dibalut kegelapan hanya mengikuti kemana dia
akan memarkir motor yang kami pakai sekarang. Ditengah perjalanan dia bertanya
kepadaku tentang motor yang kami gunakan malam ini.
“ini kok
motornya lain, ini motor kamu ?” tanyanya
“iya” jawabku
“kamu motor
baru ya ?”
“iya”
“cie selamat
yah yang motor baru”
“iya, oke”
jawaku dengan mata yang dibalut kain hitam itu.
Aku memang
belum memberitahunya kalau sebuah motor batu telah menghiasi teras rumahku.
Jadi wajarlah kalau dia belum tahu.
Rasaku seperti
dibawa berkeliling di antah berantah olehnya, aku merasa kalau dia
mengarahkanku ketempat yang belum pernah aku tuju sebelumnya. Hingga akhirnya
kita sampai ketempat tujuan. Tapi aku masih tidak diperkenankan membuka kain
hitam yang menutupi mataku ini. Dibawanya aku berjalan kaki menuju kesuatu
tempat yang tak lazim bagiku, kain hitam dibuka dan pantai memenuhi pandangan
mataku, rupanya ini adalah cafe yang berhadapan dengan pantai. Cafe yang memang
belum pernah aku kunjungi, cafe yang memiliki interior yang cocok untuk
menghangatkan malam ini.
Kami berdua
duduk dikursi bernomor 27, bangku yang dekat dengan pantai. Cafe nan indah,
kataku. Pesanan yang seperti biasa mencairkan suasana 2 gelas ice green tea dan
2 piring nasi goreng khas cafe itu tersaji dengan elok di meja yang berukuran 1
X 1 meter ini. Kami bercakap tentang apa saja yang kami lakukan selama hampir
dua bulan tak bertemu.
“Sebuah kata yang kusulam menjadi
kalimat, kusimpan lalu aku ingin mengungkapkannya kepadamu”