loading...

Dua Bulan setelah Pertemuan Itu part 1


Dua bulan waktu yang tak dapat ditebak, katanya. Selama dua bulan dia hanya mengisi harinya dengan belajar dan bercengkrama dengan smartphone-nya. Tak sesering dulu, dia keluar meninggalkan rumah hanya untuk mengerjakan tugas dan membeli makanan. Kesangsianku mengatakan bahwa dia juga senang ketika aku mengajaknya untuk keluar malam ini.

Aku juga menanyakan tentang hal – hal yang belum aku ketahui tentangnya, seperti hal – hal kesukaan. Aku jadi tahu kalau dia menggermari film animasi bergenre komedi seperti minions dan kungfu panda. Tak kusangkakan aku memiliki hal yang sama dengan dia.

Dikota yang jauh dari bayang – bayang bioskop ini, aku tinggal. Apabila ada film yang baru saja dirilis, kita harus pergi ke bioskop yang jaraknya 200 km atau menunggu sekitar dua bulan untuk dapat menyaksikan film secara online. Aku dan dia memang lebih sering menonton film yang baru saja dirilis melalui internet. Kami berdua tak memiliki banyak waktu untuk bertolak ke bioskop dikarenakan waktu yang begitu sempit.

Kami mengisahkan banyak hal malam ini, setelah melahap makanan yang kami pesan tadi. Aku bertanya kepadanya tentang postingan yang baru saja dirilis diblog-ku.

“kamu udah lihat artikel baru di blogku, nggak ?”  tanyaku
“belum, emangnya apa” jawabnya
“artikel berjudul aku dan kamu : kita”
“aku mau baca” pintanya

Aku mengambil hpku disaku celana sebelah kananku, lalu artikel itu kuarahkan kepandangannya. Dia membacanya tanpa mempreteli hp-ku. Aku melihat bola matanya seakan dia begitu menghayati artikel itu. Apakah dia merasa bahwa dirinya adalah artikel itu ?, entah. Aku tak tahu apa yang dia pikirkan,  aku hanya menyaksikan sepasang bola mata yang berbingar – bingar itu.

Bagus, menarik, kata yang diucapkan selepas membaca artikelku. Dia menanyakan dari mana aku mendapatkan inspirasi ini. Dari hidupku, kataku.

Malam ini hampir berakhir dan kenangannya akan selalu tercatat dalam pikiranku. Waktu yang berjalan memaksaku untuk memberitahukan kepada dirinya apa yang sedari dulu ingin aku sampaikan. Aku menyimpannya dalam hatiku yang dalam ini. Jantung yang berdebar kencang, angin yang seolah datang menusuk jiwa, pikiran yang dipenuhi rasa takut menguasai diriku. Namun apapun itu aku harus memberitahukan kepada dirinya tentang hal ini.

“Hei”, “Zaskia” kata berucap dari bibir ini selaras dengan Zaskia yang ingin menyapaku juga
“kamu dulu” pintaku
“kamu dulu” inginnya
“ada yang ingin aku sampaikan”
“apa ?” tanyanya
“tapi kamu harus janji kalau nggak akan tanya siapapun soal ini ”
“oke aku janji” katanya sambil menaikkan jari kelingkingnya
“sebenarnya aku menyimpanmu dalam hatiku” kataku mencacau
“aku juga menyimpanmu dalam hatiku” katanya “
“lebih dari sahabat” kataku

Dia terdiam mendengarnya, aku yang masih saja berkutik dengan takutku, suasana yang awalnya riuh seketika berubah menjadi hening, aku terdiam begitu pula dengannya. Kemudian dia menjawabnya.

“maksud kamu ?” tanyanya lirih
“aku sayang kamu lebih dari sahabat. Aku ingin kamu dan aku menjadi kita”

Suasana sepi masih menyelimuti malam, dia kembali diam sesaat, hingga ia menjawabnya lagi

“aku nggak tahu mau jawab apa” katanya   
“udah nggak apa – apa, jawab aja dengan apa perasaan kamu sekarang” pintaku
“kamu mau jawaban ?” tanyanya
“aku mau” jawabku
“kalau memang kamu sayang aku, kamu pasti kasi aku waktu untuk jawab” pintanya
“oke, kamu boleh jawab kapanpun kamu siap”

Setelah suasana itu, tak ada lagi kata yang keluar dari bibirku begitu pula dia. Angin malam yang kering berhembus daripada pantai kearahku. Aku berdiri dari kursi kayu itu, dia juga ikut berdiri mengikutiku, tanpa kata terbesit dari bibir kami berjalan melangkahkan kaki meninggalkan cafe.  Kunci motor yang masih dia genggam dengan tangannya secara perlahan diberikan olehku. Dari peringainya, dia tak lagi ingin mengendarai motor. Aku memacu motor ini dengan pelan, membelakangi cafe itu dan bergegas mengantarnya kembali kerumahnya.

Tak sepatah katapun keluar bersama dengan angin diperjalanan ini. Aku masih terdiam mengingat apa yang terjadi. Sementara dia entah dengan alasan apa dia terdiam.  Dingingnya malam hari seolah membekukan suasana ini. Sebeku es tanpa kata terucap. 

Dirumahnya-pun demikian, motorku terhenti didepan gerbang rumahnya. Turun dan berbalik lalu melangkahkan kaki masuk kedalam rumahnya. Tanpa melihatku dan tanpa mengucapkan kata hati – hati, aku menyangka ini adalah faal yang tidak baik.     

Aku kedinginan malam ini, aku kembali kerumahku dengan tubuh yang kedinginan duduk berteman dengan suhu udara yang rendah malam ini. Terpikir olehku tentangnya. Hingga aku memarkir motor ini diteras rumah.  
     
Kuterbaring di kasurku yang cukup gembur untuk malam ini sambil kedua siku-ku yang saling bertolak belakang memangku kepalaku. Apakah aku salah mengatakan ini ?, apa aku salah telah melakukan ini ?, mengapa tiba- tiba semua hal terasa berbeda.

Episode baru kartun yang hanya ada disetiap minggu pagi dan memang hanya minggu aku memiliki waktu untuk lebih bersantai dipagi hari. Seolah kartun ini menjadi pencair suasana yang masih terbawa bekunya pantai semalam.

Sudah hampir tengah hari dan belum ada juga kabar darinya, belum ada notifikasi di handphone-ku yang menuliskan namanya. Tidak seperti biasanya, aku membuka celoteh kami dalam riwayat obrolan yang kusimpan, minggu lalu, sebelum aku mencarinya dia sudah menyapa-ku di chat di pagi yang berembun, namun apa yang berbeda dengan minggu yang sudah mulai terik ini. 

.... Berlanjut di part 2 
Dua bulan setelah pertemuan itu part 2
Previous
Next Post »
loading...