loading...

Dua Bulan setelah Pertemuan Itu part 2

Apakah ini semua merupakan relasi dari apa yang terjadi semalam?, aku jadi bingung memikirkannya. Aku juga tidak menemuinya dalam kata – kata, tidak ada status baru yang muncul dari diri sejak kemarin. Pikir baikku berkata dia sedang sibuk dan tidak sempat mengatakan selamat pagi hari ini, mungkin sore nanti dia akan muncul kembali dalam notifikasi itu. Semoga senja hari.

Seolah telah menyatu dengan otak kananku, membekukan kerja otak kiriku, aku selalu memikirkannya, mengapa ia tidak muncul dipagi hari ini, pikir baik yang berkata dia sedang sibuk telah menjadi klise dan pergi dari pikiranku seraya waktu menjelang sore, menggangu semua istirahatku disiang hari.

Hingga senja datang menjemput tak ada kata yang tersurat atas namanya di hp ini. Seorang petualang yang tak tahan menunggu lagi, mengambil handphone-nya dan mengatakan apa kabar hari ini di obrolan kami. 5, 10, 20, 30 menit hingga satu jam masih belum ada balasan darinya. Pikirku dia sengaja untuk tidak mengaktifkan sosial medianya di keseluruhan minggu ini. Entah dengan alasan apa.

Masih ada yang tidak diharapkan dari keseluruhan pilu di hari ini, malam tanpa kabar darinya, firasat mulai memenuhi diriku sebagai gelap, firasat buruk pikirku. Mengatakan bahwa dia lebih memilih menjauh secara dingin dari hadapanku. Tidak ingin lagi ada kata antara kita.  Seolah tak ingin bertemu lagi dalam senyum, tak ingin bercakap lagi dalam kata.  Firasat menguat itu, memenuhi malam seninku yang tiada harap.

Entah apa yang membuatku tiba – tiba tegar memikirkan ini semua, aku telah siap barangkali. Aku hanya menarik nafas dalam – dalam mencoba senyum lebar dalam ketegaran dan nafas perlahan keluar dengan pikiran yang ingin kusampingkan sejenak.

Hari indah pasti akan bahagia begitu kataku dalam hati ketika aku ingin berangkat sekolah. Pagi dimana matahari menghangatkanku dari pagi yang sejuk ini. Ketika motor mengantarku kesekolah aku bertemu dengan Nindy dengan mobil putih yang duduk terpaku dibagian tengah. Senyumanku kupantulkan dibalik kaca hitam yang menjadi bilik, senyuman juga terpancar dari bibirnya.

Kita, aku dan Nindy yang masih saja terbayang dikelas yang sama ini. Bertemu adalah hal yang wajar. Ketika aku melihatnya dikelas pagi ini, aku kembali merasakan bahwa aku harus menelan pil pahit untuk kedua kalinya. aku kembali harus menangis dalam diam, bersedih dalam senyum. Pagi ini, aku mulai merasakannya.       

Walaupun. Walaupun dia belum memberikan jawabannya tapi aku merasa semua sudah jelas. Harus menerima notifikasi tanpa ada kata atas namanya disana. Rindu mungkin akan kembali menggebu dalam hatiku.

Sudah hari ke empat dan masih saja serupa dengan kemarin, masih tak ada jawaban dari dirinya, ungkapan-pun juga tak ada. Aku hendak mengungkapkan suasana hatiku sekarang dengan artikel yang akan kutulis di blogku. Pena sudah bersiap sebelah kiriku, jari – jemari sudah bersiaga didepan laptop asus-ku, teh hangat dan suasana sudah mendukung untuk itu, namun hanya rindu yang dapat aku ungkapkan. Tak ada lagi kata mengoceh selain kata rindu.

Aku menuliskan semua isi hatiku dalam blogku, “sebuah harapan yang hilang”. Aku hanya berkeinginan agar dia menemukan artikel ini dan masih sudi membacanya.

Lengkung bibirku senyum sekaligus pahit seraya menulis artikel. Kadang aku merasa bersalah telah memahami dirinya, hingga aku merasakan lebih dengannya. Tak ada alasan untuk mengabaikan dirinya, tak ada alasan untuk meliriknya hanya dengan satu mata. Meski mungkin dia hanya menganggap diriku sebagai seorang teman tidak berlebih.

Hingga, setelah aku menulis artikel itu, aku tersadar akan satu hal, satu hal yang mungkin akan membuatku lebih ringan, satu hal yang mungkin akan membuat perbedaan. Hidup akan terus berjalan, dimanapun kamu berjalan dengan waktu atau ditinggal dalam waktu, berjalan terus atau terpaku dengan diam. Mungkin dan walaupun kamu belum menjawab pertanyaanku malam itu, selagi itu masih ada harapan. Aku belum siap dan tak teringin untuk membuka lembaran baru dengan orang lain disaat sekarang ini, aku masih inginkan dengannya berbahagialah wahai sang petualang yang hilang, buatlah kata yang berisi tetap dalam cinta Zaskia.

Saat orang dicintai dengan sepenuh hati dan dengan kehangatan yang masih memilih untuk membeku dalam diam bukan berarti dia telah menutup hatinya. Ingatlah sang petualang yang hilang, Hangat dirinya akan membuat es yang telah membeku perlahan mencair mejadi air.

Hari kelima adalah hari dimana aku berusaha untuk mengingat apa yang terjadi malam itu dan memberikan pembenaran atas apa yang telah terjadi. Aku yakin yang kulakukan adalah benar. Aku tak ingin lagi ada yang menjadi pengacau yang membuat hati terluka. Aku yakinkan diriku dan kugenggam handphone-ku kemudian menyapanya dengan hangat. Halo Zaskia, apa kabar hari ini ?, kataku. Meskipun menunggu itu lama namun harus kujalani. Satu jam aku munggu dan masih belum juga. Menerimanya adalah hal yang mau ataupun tidak mau harus diterima. Itu adalah haknya untuk menjawab atau mengabaikannya.

Aku sudah mulai pasrah dengan keadaan, kata- kata untuk diriku sendiri mulai buyar dalam konsentrasi. Tujuh hari sudah aku menunggu dirinya.  Sudah satu minggu ini dia tidak ada disini. Pagi yang seharusnya akan menjadi cerah dikala dirinya disisi ini.

Siang yang indah mulai buyar dengan ketidak hadirannya disini. Aku berharap suatu saat kita akan kembali seperti sedia kala.

“selamat malam”, kuucapkan bagi diriku sendiri. Malam ini aku hanya dirumah tak ada yang dapat aku lakukan selain hanya membuka lalu membaca buku.

Suara handphone-ku berdetak, notifikasi menyahut “selamat malam”, ada yang mengirimkan kalimat itu, entah dari mana asalnya. Aku membuka pesan itu dari mana asalnya ? dan aku merasa ada yang aneh dengan ini, Zaskia yang menghilang satu minggu, lalu tiba – tiba datang mengucapkan selamat malam. Keanehan apa lagi malam ini.  Aku hanya bergumam dan membalasnya, “salah sambung ?”, kataku. “nggak,  salah ?” balasnya. Kata itu membawa orbrolan kami lebih rumit lagi. Aku tak manghiraukannya lagi. Dengan gembira keyakinanku telah datang. Melambaikan tangan, sedih itu pergi bersama pilu.

Aku kembali membayangkan indah matanya lagi. Seraya menunggunya membalas chat yang aku gumamkan. Hingga dia membalasnya, malam ini aku gembira.

“Kamu apa kabar ?” tanyanya
“aku baik, kamu ?” tanyaku
“baik juga. Kamu lagi ngapain ?”
“aku lagi baca buku, kamu ?”
“lagi duduk sambil chat sama si petualang ini”
“hahaha, kamu bisa aja.”
“ngomng – ngomong kamu baca buku apa ?”
“beasiswa 5 benua, by ahmad fuady”
“kamu mau dapat beasiswa keluar negeri ?”
“semoga, aku bisa.”
“jadi kamu mau ninggalin orang yang sayang sama kamu” celetunya
“emangnya yang sayang sama aku siapa ?” tanyaku penasaran
“orang yang sedang kamu ajak chat sekarang” katanya

Membacanya, aku menjadi terkejut dengan kalimat itu. “Orang yang sedang kamu ajak chat sekarang, maksudnya Zaskia ?”. aku terkejut sekaligus gembira. Aku yakin bahwa itu adalah Zaskia. Aku mencoba menutupi kesenanganku dengan pura – pura menjawab seolah aku tidak mengerti dengan ini.

“maksudnya ?” tanyaku
“kamu masih belum ngerti ?”katanya
“belum, aku belum ngerti !”
“orang yang kamu sayang dan kamu cintai itu, juga merasakan hal yang sama dengan kamu” celetunya.
“kamu serius ?” kataku
“aku serius” jawabnya

Bahagialah aku malam ini, aku seperti orang yang bangkit dari diam, mencintainya adalah mencintai kata. Ketika dia memberiku kesempatan menjadi seorang yang berarti dalam hidupnya. Tak bisa berkata, ingin bergumam adalah hak yang kurasakan malam ini.



“Dua bulan lalu menghilang tujuh hari, dan kini aku datang membawa cinta kepadamu”
Previous
Next Post »
loading...